Nil Battey Sannata dirilis pada April, 2016. Ia bercerita tentang seorang ibu, Chanda Sahay, yang ingin anaknya, Apeksha Shivlal Sahay, tidak menjadi pembantu seperti dirinya. Film ini dibintangi oleh Swara Bhaskar (Chanda Sahay), Riya Shukla (Apeksha Chivlal Sahay), dan Ratna Pathak Shah (Didi).

* * *

Wajah Chanda Sahay kusut. Ia tak mengerti pikiran anaknya, Apeksha Shivlal Sahay. Lantaran ketika ditanya tentang cita-citanya kelak, Appu, begitu ia biasa dipanggil, menjawab, ““Anak seorang pembantu akan menjadi pembantu juga.”” Chanda terpukul.

Chanda Sahay bekerja paruh waktu sebagai seorang pembantu di rumah seorang pensiunan pegawai negeri, nyonya Deewan. Kepadanya Chanda mencurahkan kegelisahan. Pikiran Appu sudah dipengaruhi logika bahwa anak insinyur akan menjadi insinyur, anak dokter akan menjadi dokter.

Nyonya Deewan tersenyum. “Lalu Abdul Kalam seharunya menjadi nelayan.”” FYI: Abdul Kalam adalah president ke-11. Ayahnya seorang nelayan tapi ia tumbuh menjadi seorang ilmuwan. Lalu pada tahun 2002 ia terpilih menjadi presiden India mengalahkan pesaingnya, Lakshmi Sahgal.

Kemudian nyonya Deewan mulai memberi nasehat-nasehat untuk Chanda tentang kesuksesan. Kesuksesan bisa diraih oleh dua cara, keberuntungan atau kerja keras. Hanya saja Appu bukanlah anak perempuan yang memiliki kegigihan. Ia lebih senang bermain dengan teman-temannya. Ia juga tidak disiplin. Akan tetapi nyonya Deewan tidak fokus pada kemalasan Appu, justru ia fokus pada Chanda untuk mendukung putrinya.

Dari sinilah tantangan dimulai. Chanda membuka catatan pelajaran putrinya. Raut wajahnya berubah menjadi tambah masam dan ngelu. Ia tak mengerti bagaimana bisa putrinya mendapatkan banyak sekali catatan merah, bahkan mendapatkan nol. Ia membaca lembar demi lembar catatan putrinya. Dahinya mengernyit karena tak paham.

Kepada nyonya Deewan ia mengeluhkan tentang materi pelajaran yang sulit itu. Rasanya ia tak mampu mendampingi Appu belajar. Untuk mengikutkan Appu ke bimbel Chanda harus mengeluarkan biaya yang lebih banyak lagi. Lalu, tanpa diduga, nyonya Deewan memberi solusi yang tak diduga Chanda sebelumnya. Nyonya Deewan menginginkan Chanda sekolah lagi.

Singkat cerita, Chanda kembali ke bangku sekolah, satu kelas dengan Appu tanpa seorangpun tahu kalau mereka adalah ibu-anak kecuali kepala sekolah, Srivastav.

Appu tak menginginkan ibunya kembali ke sekolah. Chanda juga tak menginginkan putrinya menjadi pembantu. Lalu, Appu dan Chanda membuat kesepakatan. Kalau nilai Appu lebih tinggi maka Chanda akan keluar sekolah dan kalau nilai Appu tidak lebih tinggi maka Chanda tetap masuk sekolah.

* * *

Kisah tentang Chanda dan Appu sungguh menyentuh hati. Sebagai seorang anak, kita dapat memahami betapa besar perjuangan seorang ibu. Perjuangannya tidak berhenti sampai saat melahirkan. Justru kelahiran kita di dunia adalah membuka pintu perjuangan baru. Selanjutnya apakah kita akan membantu ibu membersihkan aral dan rintangan di jalan jihadnya, atau justru menambah onak dan duri yang melukai kaki.

Jika seorang pahlawan adalah menyelamatkan hidupmu, maka seorang ibu adalah memberi kehidupan padamu.

Appu adalah representasi kebanyakan anak-anak zaman ini. Pesimistis dan kurang gigih. Luluh dalam permainan dan godaan. Dan Chanda adalah representasi dari semua ibu yang ada di muka bumi ini. Ia tak ingin buah hatinya masuk ke dalam keputusasaan, tanpa cita-cita.

““Kamu tidak pernah mengharap apa-apa pada dirimu. Namum dia tak pernah berhenti berharap.”” Kata Amar, teman sekelas Appu. “”Ibumu tidaklah memaksakan impiannya padamu tapi kamulah impiannya.””

Di akhir cerita, Chanda berucap pada putri kesayangannya, “”Impianmu, bagaimanapun, adalah milikmu. Banyak orang yang akan menertawakan impianmu. Biarlah mereka terus tertawa. Mereka takkan sanggup menggapai impianmu. Ada beberapa orang yang akan mengerti impianmu. Dekatlah dengan mereka. Mereka yang akan menjaga impianmu tetap hidup. Kamu akan mengalami kegagalan di tengah jalan. Itu pasti. Namun ingat satu hal, tak ada kegagalan yang berlangsung selamanya.””