Per Agustus 2010 saya menerima SK sebagai GTY. Guru Tetap Yayasan. Bersama beberapa rekan lainnya. Sebagian masih di sini. Sebagian lagi sudah pergi.
Saya mengingat-ingat kembali masa itu. Ketika saya memasukkan surat lamaran, dipanggil untuk tes rekrutmen, lantas dikabari untuk interview dan tak lama berselang datang kabar bahwa saya diterima. Senang. Tetapi musykil. Sebab, saya harus meninggalkan kampung halaman lagi. Yang seharusnya saya tetap di sana. Tapi saya memilih pergi. Hingga hari ini. Saya akan menceritakan perihal ini.
Tulisan-tulisan tentang Sepuluh Tahun Menjadi Guru ini lebih sebagai catatan harian. Atau usaha saya untuk mengenang masa lalu. Supaya ada rasa bersyukur yang mendalam atas kondisi yang saya jalani saat ini. Saya mempersiapkan draft, menuangkan semua yang saya ingat. Lalu menyusun setiap pritilan-pritilan itu. Menganulir apa yang pantas untuk diceritakan. Sehingga semuanya menjadi utuh. Tentu saja utuh menurut saya.
Sebenarnya ada pertanyaan kecil di hati saya. Pantaskah cerita-cerita ini dipublikasi?
Maka, supaya cerita-cerita ini bukan sekedar curcol panjang tak berujung saya harus memilah. Menyingkirkan cerita-cerita yang terlalu personal. Dan fokus tentang bagaimana selama ini saya menjadi guru.
Saya teringat ungkapan Ketua Yayasan kami, Dr. Gunadi Rusydi. Waktu itu beliau menceritakan tentang seseorang yang telah lama menjadi guru. Puluhan tahun. Namun hanya memiliki satu pengalaman pembelajaran. Sebab, selama puluhan tahun itu ia mengajar dengan cara yang begitu-begitu saja.
Anggaplah ini sebagai berbagi cerita. Karena ini cerita maka akan ada bumbu di sana. Para lidah kuliner dapat mengecap rasa dengan teliti. Menikmati rasa pedas, asin, atau manis. Mengecap rempah-rempah. Bukan seperti penyantap makanan yang hanya berfikir supaya kenyang. Semoga tulisan-tulisan ini menjadi santapan yang layak dinikmati, yang memiliki rasa pedas, asin atau manis di antara rempah-rempahnya sehingga enak untuk dinikmati. Bukan menjadi cerita untuk ditelan mentah-mentah.
Leave A Comment