Sejak lama pingin banget cerita kegiatan Minggu pagi di PKOR.

Saya tidak ingat persis waktunya saat PKOR direnovasi, dipagar keliling dan ditertibkan dari para pedagang kaki lima. Yang jelas setelah penertiban itu, pejalan kaki memiliki kedaulatannya.

Kawasan PKOR pernah sangat semrawut. Padahal perhelatan pasar malam peringatan hari jadi Lampung sudah lama selesai tetapi lapak-lapak itu masih berdiri kokoh. Padahal Stadion Sumpah Pemuda seharusnya menjadi pusat pelatihan olahraga dan atletik tetapi justru tampak seperti pasar tumpah.

Pemandangannya justru sangat lain sekali kali ini. Kawasan pusat pelatihan olahraga itu sudah tidak dijejali lapak-lapak pedangang lagi. Mereka dilarang. Satpol PP berjaga di sana sini. Berjualan hanya boleh di area luar.

Maka, setiap Minggu pagi, PKOR semakin ramai. Di depan stadion rutin diadakan senam aerobik. Di dalamnya orang-orang lari pagi mengelilingi lapangan. Sementara belasan bapak-bapak latihan sparing sepak bola.

Kawasan pelatihan olaharaga itu benar-benar berbenah diri. Tak hanya penertiban pedagang kaki lima, berbagai fasilitas olahraga dan taman bermain pun dibangun. Ada trak jogging, outbond, dan taman. Beberapa pekan lalu saya masih temui pengendara motor yang nakal, masuk ke lingkungan pejalan kaki meskipun dilarang. Tetapi kemarin minggu celah masuk kendaraan sudah ditutup. Hanya cukup untuk sepeda.

Cukupkah dengan itu? Ternyata tidak. Odong-odong, mini “go car” (entah apa namanya), dan tempat barmain anak banyak disewakan di sana. Bahkan kamu bisa menyewa kuda untuk keliling hanya dengan 15rb rupiah. Lumayan, sementara kita berisitirahat usai jogging, anak-anak bermain kereta atau naik odong-odong.

Mengapa saya ceritakan ini? Begini. Kawasan gedung aula Universitas Lampung selalu dipadati masyarakat pada hari Minggu dan Tugu Adipura saat car free day. Aktifitas mereka menunjukkan betapa besar harapan memiliki ruang publik yang memadai, aman, dan nyaman. Terlebih lagi untuk anak-anak.

Mumpung, Bandarlampung belum mengalami kepenatan yang akut karena gaya hidup, kemacetan, atau kepadatan penduduk yang semakin tak tertahan. Tak ada salahnya peningkatan kualitas kota ini tidak gak melulu dari peningkatan perekonomiannya tapi juga kualitas penghuninya.

Tentu saya senang di kota ini sudah banyak mall besar. Bioskop tak lagi dimonopoli Twenty One di bekas Artomoro itu. Kedai dan tempat nongkrong juga semakin menjamur. Memudahkan semua.

Tapi sampai kapan?

Menghilangkan penat tidak melulu di tempat belanja Alih-alih bahagia, justru makin stress karena uang terkurang habis. Berolahraga bersama keluarga atau rekan sejawat bisa menjadi alternatif mengisi akhir pekan. Selain menjaga kesehatan dan kebugaran, aktifitas bersama seperti ini akan mengikat keakraban semakin kuat.

Saya kira pemkot sudah semestinya menggarap ruang hijau untuk masyarakat. Pembangunan infrastruktur berupa jembatan layang menjadi pencapaian tersendiri oleh kepemimpinan pak Herman. Pertanyaan saya, apakah penggantinya nanti siap melakukan gebrakan serupa di bidang lingkungan?