Belum seminggu masa kampanye dibuka televisi, lini masa, media daring, berisik ngomongin pilpres. Mereka barangkali lupa kalau masih ada hari esok untuk hura-hura.
Di televisi, kecuali TV One dan Spacetoon berita tentang Jokowi mengalir deras. Umpama gerojogan. Entah sudah berapa duit yang dikeluarkan untuk memasang berita di sana. Entah sudah berapa berita yang dianulir demi mengabarkan sang penguasa.
Tentu saja, dominasi ini bukan wujud kemenangan demokrasi atau pengatasnamaan kebebasan pers. Jelas ini tidak sehat untuk demokrasi. Saya khawatir justru dominasi seperti ini akan berakibat buruk untuk demokrasi. Sebab berita tak lagi berimbang. Gambaran tentang sebuah peristiwa dipoles sedemikian rupa hingga terlihat rupawan. Penuh artivisial.
Bosan menthelengi televisi, saya beralih ke media sosial. Sama saja. Di Twittermisalnya, yang muncul adalah para punggawa dan die hard Jokowi. Ada yang cuitannya imut sampai garang bukan main. Dan saya jadi menyadari siapa orang-orang yang saya follow ini.
Melompat ke platform lain. Facebook. Sebenarnya malas membuka Facebook karena gambar-gambar hoax dan bara api banyak bertebaran di sana. Maka sesekali saja mampir ke Facebook. Ternyata tak jauh berbeda dengan cuitan yang muncul di lini masa saya. Bedanya, yang di Facebook ini para die hard-nya Prabowo.
Lalu saya sering senyum-senyum sendiri. Menilai-nilai berdasarkan subjektifitas saya sendiri. Sungguh, mereka ini lucu sekali. Apa dengan cara seperti ini dapur mereka ngebul? Atau sebenarnya mereka sekedar turut bersenang-senang dalam pesta demokrasi?
Urusan pemilu ini kan ada asasnya: JURDIL dan LUBER. Urusan jujur dan adil menjadi tanggungjawab terbesar KPU dan Bawaslu serta komponen politik partisan yang turun menjadi kontestan pemilu. Sedangkan untuk LUBER-nya (Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia) menjadi gotong royong kita saja. Kita sembunyikan serapat-rapatnya siapa yang akan kita pilih. Karena pada kenyatanya persahabatan, paseduluran, dan percintaan rawan tercerai berai gara-gara urusan telek kucing lima tahunan ini.
Yang koar-koar cukup para tim kampanye saja.
Ketika datang masanya berbicara tentang pilihan calon presiden, tentang anggota legeslatif, kita bicara tentang mutu, tentang program, tentang fit and proper. Tak perlu mencaci dan menghina, mempermalukan, apalagi sampai mendungu-dungukan. Mosok mau kehilangan kehangatan kemanusiaan kita gara hal begini padahal keuntungannya jatuh di tangan orang-orang yang hanya memanfaatkan kepolosan kita saja.
Saya jadi nasehat Caknun. Nanti, di hari pemilihan, putuskanlah salah satu: memilih atau tidak memilih. Jika memutuskan memilih maka segeralah ambil air wudu, pakailah pakaian yang bersih, dan salatlah. Titipkan kepada Allah. Urusan Indonesia ini tidak akan selesai kecuali oleh Allah sendiri. Saat keluar rumah, hentakkan kaki tiga kali.
Saudaraku sekalian. Mari jaga tensi kita. Masa kampanye musim ini lama banget. Hemat energi kita untuk ngopeni perkara lain yang manfaatnya jauh lebih nikmat dari dukung mendukung urusan copras-capres ini.
aku pegennya sih cepatlah selesai 2019 ini bosan dimana mana ribut mulu
kalo facebook aku emang males buat buka lagi kecuali fanpages sendiri
twitter di pake buat update berita paling cepat juga hihihi
Bersyukur di facebook dan twitter ada filter. Di facebook sy meng-hide all post dr beberapa orang. Di twitter dah pasti sy filter kata cebong dan kampret, dan me-mute beberapa akun.
Semoga urusan copras-capres ini lekas selesai dan tak menghilangkan akal sehat kita.