Mas Paeng
Saya membayangkan pakaian ala-ala Yunani Kuno. Putih, diikat pincuk di pundak, bawahan yang lebih mirip rok atau selendang yang diselempangkan begitu saja. Lalu menyisir tempat-tempat dari pelabuhan hingga ke jantung kota Ephesos. Lalu masuk ke gedung “theater 21” menonton pertarungan gladiator atau sekedar menikmati orkestra.
Kesan itulah yang muncul saat kami menapaki reruntuhan kota Ephesus ini. Gambaran yang muncul bersamaan dengan penjelasan pemadu tur yang nyerocos pakebahasa Inggris. Juga film-film kolosal dan klasik berlatar belakang Yunani. Terus, kalau mereka berpakaian seperti yang saya bayangkan apa gak dingin ya?
Reruntuhan Kota Ephesus
Kota Tua Ephesus (Efes dalam bahasa Turki) atau Efesus terdaftar sebagai warisan dunia oleh Unesco pada 5 Juli 2015. Beberapa tempat sudah mengalami restorasi oleh pemerintah setempat. Kaisar Konstantin I pernah membangun kembali kota ini. Austria pun pernah “merawat” kota ini. Gak salah kalau sebagian patung atau bebarapa simbol penting kota ini kini tersimpan di Austria.
Kalau pernah menonton film berlatar peradaban Yunani, melihat puing-puing kota Ephesus akan terbayar. Kita jadi memiliki gambaran tentang pola hidup, ekonomi, kultur, dan kebudayaan mereka. Seperti kamar mandi umum yang terletak tidak jauh dari pintu masuk kota. Kamar mandi ini diperuntukkan bagi mereka yang datang ke kota ini, baik melalui laut maupun darat. Kita bisa membayangkan pada saat itu jarak satu kota dengan kota lainnya bisa ditempuh dalam satu minggu atau satu bulan perjalanan. Selama perjalanan itu entah berapa kali terjerembab, kotor dan bau.
Di tidak jauh dari pemandian umum ada satu bilik yang diperuntukkan sebagai toilet. Ternyata kebiasaan orang-orang barat buang hajat sambil duduk sudah turun temurun ribuan tahun. Terbukti dari peninggalan di kota Ephesus ini. Toilet umum ini di desain sedemikian rupa sehingga kotoran tidak menumpuk dan langsung hanyut. Dudukan toiletnya terbuat dari marmer yang dingin, apalagi saat musim dingin pasti super dingin. Konon, saat musim dingin, mereka akan menyuruh budaknya duduk di toliet terlebih dahulu untuk menghangatkan tempat duduknya, setelah itu si majikan menuntaskan hajatnya.
Mengelilingi kota Ephesus saya memahami betapa penting kota ini sebagai warisan peradaban manusia. Di antaranya adalah kuil dewi Artemis (dewi perburuan, alam liar, hewan liar, perawan, dan perbukitan), ruang rapat “DPR”, perpustakaan Celcus yang dibangun untuk menghormati Tiberius Julius Celsus Polemaeanus (Perpustakaan terbesar ketiga setelah Perpustakaan Alexanderia dan Babilonia), Collesium Yunani, dan lainnya.
FYI. Apa yang membedakan Collesium Yunani dan Romawi? Simpel ternyata. Collesium yang dibangun oleh Yunani selalu memanfaatkan bukit. Tempat duduk penonton dibangun mengikuti kemiringan sisi bukit. Sedangkan Collesium Romawi dibangun seperti stadion umumnya yang kita temui sekarang ini.
Collesium Yunani digunakan untuk pertunjukan orkresta, teater, pertarungan, dan lainnya. Arsitektur bangunan ditata sedemikian rupa sehingga gema suara menyebar dengan rata. Bahkan saat ini yang tanpa atap, gema suara masih rata, dari ujung hingga ujung tanpa harus berteriak-teriak. Hmm, arsiteknya pasti jago banget ya.
Tahu Nike? Iya, merek ternekal itu. Ternyata, nama Nike diambil dari nama dewi Yunani yang berarti kemenangan (victorious). Dan tanda “check list” Nike diambil dari artefak dewi Nike yang berbentuk segitiga. Duh, saya kuper banget ya. (ket. Lebih lanjut tentang Nike silahkan klik di sini.)
Kalau punya drone, mengambil landscape kota Ephesus dari atas pasti sangat indah. Apalagi saat kami berkunjung. Biasanya, spot kota Ephesus tidak pernah sepi. Bahkan untuk mengambil foto di spot tertentu harus mengantri. Penurunan wisatawan asing yang datang kemari disebabkan dinamika politik Turki yang belakangan terjadi. Hmm, rupanya hal jadi keberuntungan buat kami. Saran saya untuk teman-teman yang akan berwisata ke Cappadocia bisa mengambil di awal November. Selain sedikit sepi, hawa dingin mulai terasa dan cocok untuk orang-orang tropis seperti kita. Atau kalau ingin melihat salju, Februari bisa menjadi waktu yang tepat.
Oke tuh.
4
Jadi kepengen kesana juga Mas…
Semoga ada rejeki Mas terus bisa jalan ke sana.
:-)
5