Saya ingin menutup bulan April ini dengan sedikit cerita singkat.

Kemarin siang, dalam perjalan pulang dari pemandian air panas di Natar, saya mampir ke sebuah kios untuk membeli kartu pedana. Mengingat beberapa hari ini saya tidak punya paket data. Jadi kudet kan. Dan setelah pilah-pilih, akhirnya saya membeli perdana Telkomsel.

Sebelum saya membayar, embak penjual bilang begini: sekarang harus registrasi pake NIK dan KK ya, Kak.Ingin saya menjawab, “Iya, Dik.”

Sesampainya di rumah, saya langsung mengambil KK, melakukan registrasi ke 4444 dan langsung dapat jawaban. Bukannya nomor 4444 yang mengirim balasan justru jawaban KOMINFO yang bikin galau. NIK yang Anda masukkan tidak ditemukan. Silakan kunjungi GraPARI terdekat untuk registrasi kartu Anda.

Wah, ada yang gak beres nih. Apa mungkin NIK saya bodong? Padahal saya registrasi kartu yang pertama menggunakan NIK dan KK yang sama dan berhasil. Kok yang ini gak bisa? Terus, saya balik lagi ke kios dan tanya-tanya perihal reg ini. Mas penjual kartu—bukan mbak yang tadi—juga gak bisa kasih solusi. Sarannya silakan langsung ke GraPARI. Dan ternyata, bukan hanya saya yang mengalami hal serupa.

 

Mengantisipasi Penyalahgunaan NIK dan KK

Saya jadi bertanya-tanya, mengapa kartu yang tadinya sah dan bisa digunakan untuk registrasi kok tiba-tiba dibilang tidak terdaftar. Kalau permasalahan tidak hanya satu dua orang, jangan-jangan yang bermasalah adalah sistemnya. Provider belum melakukan sinkronisasi data ke dukcapil. Entahlah.

Untuk mengantisipasi hal serupa, baiknya kita melakukan beberapa cek-ricek. Apalagi, NIK dan KK menjadi data yang sangat sensitif. Coba deh baca tirtoyang mengutip Pasal 58 ayat (4) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Di sana disebutkan begini: Data kependudukan tersebut antara lain untuk pemanfaatan pelayanan publik, perencanaan pembangunan, alokasi anggaran, pembangunan demokrasi, serta penegakan hukum dan pencegahan kriminal.

Lalu apa yang harus dilakukan?

  1. Melakukan pengecekan NIK dan KK

Baiknya kita melakukan pengecekan data kita di dukcapil. Beberapa data di KK akan berubah apabila ada penambahan atau pengurangan anggota keluarga. Termasuk ketika kepala keluarga meninggal dunia, nomor KK akan “diwariskan” ke kepala keluarga baru sehingga nomor KK harus mengalami penyesuaian.

Pemerintah memiliki layanan daring untuk pengecekan NIK. Silahkan kunjungi http://dukcapil.kemendagri.go.id/ceknik untuk mengecekan keabsahan NIK kamu. Tapi sayangnya, setelah beberapa kali mencoba, layanan ini belum belum berfungsi dengan baik.

  1. Cek Penggunaan registrasi kartu

Saat ini, yang paling sensitif dari penggunaan NIK dan KK adalah untuk pendaftaran nomor prabayar. Selain pemasalahan seperti yang saya alami, ternyata ada nomor NIK yang telah didaftarkan tanpa sepengetahuan pemiliknya. Ngeri kan?

Untuk menghindari penggunaan NIK tersebut, silahkan lakukan pengecekan di gerai-gerai provider. Tanyakan langsung kepada help desk.atau kalau hal ini menyulitkan, kita bisa mengecek secara langsung secara online.

Untuk pengguna Telkomsel silahkan ketik *444# lalu ikuti langkah-langkah di dalamnya atau bisa kunjungi https://telkomsel.com/cek-prepaid. Bagi Indosat Ooredoo dapat dilakukan dengan mengetik INFO#NIK kirim ke 4444 atau via daring di https://myim3.indosatooredoo.com/ceknomor/index. Lalu untuk pengguna XL Axiata, silahkan ketik *123*4444#. Sedangkan untuk pengguna Tri Indonesia dapat dilakukan secara online di https://registrasi.tri.co.id/ceknomor. Dan yang terakhir untuk pengguna Smarfren silahkan menuju https://my.smartfren.com/check_nik.php.

  1. Hati-hati Memberikan fotokopi KK

Di beberapa administrasi perkantoran atau pelayanan publik, kita sering dimintai fotokopi KTP untuk kelengkapan berkas. Fotokopi KTP, yang di dalamnya terdapat NIK, masih cukup untuk menghindari penyalahgunaan registrasi kartu karena dalam registrasi harus disertakan nomor KK. Yang perlu di antisipasi adalah ketika kita dimintai fotokopi KK sebab di KK terdapat pula nomor NIK anggota keluarga.

Saya selalu berfikir ulang untuk menyerahkan fotokopi KK pada saat mengurus pemberkasan. Pernah suatu hari saya mengantar isteri untuk meminta surat rujukan. Sebagai pengguna BPJS kami dimintai menyerahkan fotokopi KK. Saya heran mengapa harus fotokopi KK, bukankah BPJS sudah punya data pengguna? Lagi pula kita tidak mendapatkan jaminan bahwa data yang kita serahkan tidak akan disalahgunakan. Saya pun urung diri untuk meminta surat rujukan dan memilih jalur reguler.

 

Barangkali cerita dan tips di atas bisa bermanfaat dan menambah kewaspadaan kita.

Komentar Anda