By |Published On: April 3rd, 2018|0 Comments on Pesona Sang Kiai dalam Mata Batin Gus Dur|Views: 1152|

Sudah satu windu lebih KH Abdurrahman Wahid, atau biasa disapa Gus Dur, berpulang. Tapi pesona dirinya tak pudar. Banyak orang yang berkisah tentang Gus Dur, baik berdasarkan pengalaman pribadi atau mengisahkan ulang cerita yang pernah didengar. Imam Anshori Saleh salah satunya. Dalam Mata Batin Gus Dur ia menceritakan kisah-kisah unik bersama sang Kiai yang dalam kurun waktu lama ia dampingi.

Mata Batin Gus Dur

Saya baca perlahan Mata Batin Gus Dur, tidak ingin buru-buru. Satu demi satu cerita dalam buku ini saya nikmati. Dan pada beberapa kisah saya begitu terharu dan kadang pula rindu. Buku ini tidak tebal tapi memuat cerita-cerita unik yang banyak belum saya dengar sebelumnya. Sayang kalau harus habis dalam waktu sekejap.

Isi Buku Mata Batin Gus Dur

Buku Mata Batin Gus Dur dibagi dalam empat bagian. Bagian Pertama: Keajaiban dari Situbondo menuju Istana; Bagian Kedua: Saksi dalam Mimpi Menggapai Tahta; Bagian ketiga: Antara Berkah dan Kerinduan; dan Bagian Keempat: Catatan Sejarah Perjalanan.

Di setiap bagian memuat beberapa kisah. Masing-masing unik dan menarik. Misalnya di bagian pertama Tertidur tapi Tangkas Menjawab.Dari sini semakin absah kebiasaan Gus Dur yang tidur di berbagai forum. Tak peduli dengan pembicara lain. Kadang, dengkurannya pun sampai terdengar jelas. Anehnya, ketika sampai gilirannya menyampaikan materi, Gus Dur dapat menanggapi, menjawab, atau mengomentari pemateri sebelumnya dengan tangkas.

Atau “Saya Mau Jadi Presiden, Mas” yang menambah informasi kita mengenai alasan-alasan Gus Dur ingin menjadi presiden. Kalau di acara Kick Andy Gus Dur menyampaikan ingin jadi presiden setelah mendapat restu dari Kiai Sepuh, Imam Anshori menceritakan hal lain. Menurutnya, keinginannya menjadi presiden hanyalah celotehan dan guyonan belaka. Ia tak pernah menganggpanya serius. Tidak hanya kepada Imam Anshori saja, keinginan menjadi presiden pun pernah Gus Dur sampaikan ketika mengujungi Israel, “Saya akan datang kembali ke sini sebagai presiden.” Nyatanya terbukti, tak lama setelah itu Gus Dur kembali ke Israel sebagai presiden.

Manuver politik Gus Dur sebagai presiden dikisahkan oleh Imam Anshori di bagian kedua secara apik. Di antaranya kisah tentang pemecatan Wiranto, SBY, dan JK.

Pemecatan Wiranto ternyata didasarkan pada penilaian Gus Dur setelah mengunjungi Eropa. Wiranto dinilai terlibat dalam pelanggaran HAM berat dan ini akan menghambat perjalanan politiknya. Walhasil, Wiranto dipecat. Sedangkan SBY memiliki latar belakang lain. Gus Dur menilai bahwa SBY sangat berambisi menjadi presiden. Pada saat itu, penilaian tersebut terlalu mengada-ada tetapi kemudian terbukti pada pemilu 2004 SBY terpilih sebagai presiden.

Yang paling berani adalah JK. Gus Dur pernah berupaya memecat JK tetapi ia lolos. Rupanya JK punya trik pada saat itu. Gus Dur memanggil JK dan menyampaikan kekecewaannya. JK dinilai tidak loyal lagi. “Anda sudah tidak bisa diajak bekerja sama lagi. Anda pergi ke luar negeri tanpa izin.” JK membaca firasat. Ia pun langsung memutar akal. Ia menunjukkan secarik kertas, “Ini surat izin dari Setneg.”

Pada saat itu Gus Dur sudah tidak bisa melihat. Jadi, secarik kertas dan cara ngibul JK itu dapat mengelabui Gus Dur. Tetapi tepat sebulan berikutnya JK benar-benar dipecat.

Kisah di bagian lain tidak kalah asiknya untuk dinikmati.

Sosok yang Loman

Gus Dur dikenal sebagai tokoh yang sangat loman, bermurah hati, dan suka membantu siapapun tanpa pandang bulu. Pernah sekali waktu, Gus Dur kedatangan tamu. Seorang ibu dari Flores yang salah satu anaknya sedang dirawat di rumah sakit. Tanpa curiga apapun ia memberikan uang sebesar 40 juta untuk biaya pengobatan. Ketika ditanya mengenai hal tersebut, ia menjawab dengan ringan, “Kalau memberi itu ikhlas saja mas, nggak usah dipikir lagi.”

Saya pernah mendengar cerita dari K.H. Mustofa Bisri (Gus Mus). Tidak mendengar langsung sih tapi nonton streaming di Youtube. Kurang lebih ceritanya begini, gak persis-persis amat ya. Suatu hari ada seseorang yang datang meminta bantuan kepada Gus Dur. Seperti biasa tanpa pikir panjang Gus Dur memberi bantuan uang cukup besar.

Setelah orang itu pamit Gus Mus mendatangi Gus Dur, “Sampeyan ngerti nggak orang itu penipu lho.”

“Iya, saya tahu.” Jawab Gus Dur. “Bersedekah itu baik tapi kalau tidak tepat sasaran kebaikannya bisa berkurang karena barang tersebut belum tentu dibutuhkan. Jadi, lebih baik lagi kalau ngutangi orang. Karena jelas ia sangat membutuhkan uang sampai-sampai harus ngutang. Nah, ini ada orang yang saking butuhnya uang kok sampai berani nipu. Ganjaran kebaikan kita pasti lebih tinggi.”

Dari semua kisah yang diceritakan Imam Anshori Saleh, kisah tentang kepergian Gus Dur adalah kisah paling menyentuh. Saya membacanya perlahan sambil mengingat-ingat momentum pada hari itu. Mata saya pun sedikit berkaca-kaca. Hmm, saya jadi teringat hari kepergian Gus Dur.

Hari itu saya di terminal Kediri untuk pulang ke Lampung. Bus yang saya naiki masih menunggu penumpang yang belum datang. Saya pun mengambil telepon genggam, menyetel radio, men-scan channel. Karena banyak yang tidak cocok saya pun men-skip. Lalu berhenti di salah satu siaran. Dari sana saya mendengar berita tentang kewafatan Gus Dur. Rasanya ingin sekali pindah bus menuju ke Jombang tapi tiket bus Kediri-Lampung terlanjur dibeli. Tanpa bisa berbuat banyak saya hanya bisa mengirim Alfatihah untuk Gus Dur.

Yang Kurang dari Buku Ini

Buku ini sangat menarik untuk dibaca. Apalagi bagi Anda yang ingin mengenal dan mengenang Gus Dur. Gaya cerita Imam Anshori Saleh yang sederhana membuat kisah-kisah di dalamnya enak untuk dinikmati. Hanya saja, ada beberapa kesalahan cetak yang perlu diperbaiki.

Seperti di halaman 34 yang menceritakan tentang pernikahan putri sulung Gus Dur. Di sana Saleh menceritakan tentang ramalan Gus Dur tentang kelengseran Habibie setelah ia menjatuhkan bunga di hari pernikahan Alisa Wahid. Saya tidak tahu pasti kapan pernikahan putri sulung Gus Dur, tapi dari plot cerita seharusnya terjadi sebelum pelengseran Habiebie karena kasus referendum Timor Timur. Tapi di halaman 34 baris ke-5 ini tertulis tahun 2009.

Begitu juga di halaman 123 ketika Saleh menulis kutipan langsung ucapan Mohamad Sobary, “Mas, nanti kalau saya pulang langsung saya lantik.” Padahal sebelumnya yang diceritakan adalah Saleh yang sedang pergi keluar negeri. Gus Dur menjanjikan jabatan strategis untuknya setelah ia pulang, “Sudahlah, nanti balik dari Jerman sampeyan saya lantik.”

Di beberapa halaman yang lain pun masih ditemukan kesalahan cetak atau redaksi sehingga perlu mencerna lebih cermat untuk tidak salah memahami. Barangkali bapak editor pas kehabisan kopi jadi kurang cermat di beberapa halaman.

Terlepas dari itu semua, saya mengucapkan terimakasih kepada Imam Anshori Saleh yang telah menyusun cerita-cerita unik bersama sang Kiai esentrik ini. Semoga Mata Batin Gus Dur dapat menjadi pengobat rindu bagi mereka yang merindukannya.

Komentar Anda