Mbah Ma’ruf Amin menunjukkan teduh wajah khas kiai Nahdlatul Ulama (NU). Ia dengan besar hati memberikan maafnya atas Basuki Tjahja Purnama atau Ahok. Padahal Ahok telah melakukan tindakan tidak santun kepada orang yang lebih tua. Padahal Ahok menyampaikan maaf melalui media massa. Mayoritas umat Islam tersinggung dan mengecam tapi tetap saja mbah Ma’ruf Amin memaafkannya.

Siapa yang tak sedih melihat tokoh panutan itu diperlakukan seperti itu. Atas nama persamaan derajat di depan hukum lantas patutkah seseorang menanggalkan nilai kesopanan. Padahal, mengintimidasi dan memperolok saksi persidangan atau terdakwa tidaklah lantas mengangkat derajat penuturnya. Tetapi sebagai orangtua, mbah Ma’ruf Amin tetap memaafkannya.

Nahdlatul Ulama (NU) bersa bersama bangsa dan negara. Ia merawat negeri ini dengan cinta dan kasih. Kiai-kiai NU sudah ribuan kali menerima cemooh, fitnah, dan caci maki. Mereka tak sedikit pun bergeming untuk membalas. Ibarat orangtua, bertengkat melawan anak kecil adalah kekanak-kanakan. Padahal bisa saja ia membalas tapi untuk apa. Untuk berperang barangkali cukup membutuhkan waktu satu atau dua jam. Tetapi untuk berdamai kita membutuhkan waktu bertahun-tahun.

Mbah Ma’ruf sedang mengajarkan kelapangan dada kepada bangsa ini. Maka, jangan sampai kita yang mempersempitnya.  Semoga Allah Swt. senantiasa melindunginya.