Kabut telah lama menjadi barang langka meskipun kau tinggal di kaki gunung. Ibarat sebuah tradisi, kabut-kabut itu seperti kehilangan akar kehidupannya sendiri dan tidak punya lagi bagian di bumi untuk diinjak.

Kabut-kabut itu lebih suka tinggal di langit melihat kampung halamannya runtuh. Meskipun ia kerap menangis, dan tangisannya sungguh membuat repot semua orang, tapi tidak seorang pun yang mau mengerti. Tidak ada yang ingin memberinya sedikit tempat saja supaya ia berhenti menangis. Padahal itu yang paling dibutuhkannya.

Bisa jadi perasaan kabut-kabut yang geram itu membawanya kembali ke tempat dulu mereka pergi. Tapi kau yang tidak pernah melihat kabut hanya membatin. Padahal kabut-kabut itu sedang melakukan protesnya meskipun hanya dengan menghalangi pandangan mata, termasuk pandangan matamu.